Senin, 05 Oktober 2020

WISATA BATIK - JURAGAN AQIQAH

 

Juragan Aqiqah
Batik(Shutterstock)

Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Peringatan Hari Batik Nasional biasanya ditandai dengan instansi pemerintahan atau swasta mewajibkan pegawainya untuk memakai baju batik.

Baca juga: Juragan Aqiqah

Bagaimana sejarah penetapan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional?

Pada 2 Oktober 2009 atau 11 tahun yang lalu, batik ditetapkan sebagai daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO atau Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada sidang UNESCO di Abu Dhabi. Penetapan itu merupakan yang ketiga kalinya bagi Indonesia setelah keris dan wayang yang terlebih dahulu masuk daftar ICH UNESCO. Pada naskah yang disampaikan ke UNESCO, dikutip dari laman resmi Kemendikbud, batik diartikan sebagai teknik menghias yang mengandung nilai, makna, dan simbol budaya. Dari 76 seni dan budaya warisan dunia yang diakui UNESCO, Indonesia hanya menyumbangkan satu, sedangkan China 21 dan Jepang 13 warisan. Baca juga: Batik Diklaim China, 2009 UNESCO Catat sebagai Warisan Budaya Indonesia Proses penetapannya pun terbilang cepat karena Indonesia mengajukannya ke UNESCO pada September 2008. Pada Januari 2009, UNESCO menerima pendaftaran tersebut secara resmi dan dilakukan pengujian tertutup di Paris pada Mei di tahun yang sama. Dari lima domain penilaian, batik memenuhi tiga domain, yaitu tradisi dan ekspresi lisan, kebiasaan sosial dan adat istiadat masyarakat ritus, perayaan-perayaan, serta kemahiran kerajinan tradisional.

Baca juga: Juragan Aqiqah

Kota Solo identik dengan dua hal, yaitu wisata kuliner dan batik. Kini, kota jantung budaya Jawa di Jawa Tengah itu siap menerima wisatawan, setelah wabah Covid-19 menunjukkan tren mendatar.

Ketua Badan Promosi Pariwisata Kota Surakarta Bendoro Raden Mas (BRM) Bambang Irawan menyebut pendorong utama wisatawan ketika menyambangi Kota Solo, pertama adalah karena ingin berburu batik.

Hal ini berdasarkan data riset yang diperolehnya pada tahun 2012 silam tentang faktor di balik banyaknya kedatangan wisatan ke Kota Solo. Bambang pun membeberkan bagaimana sejarah batik Solo bertumbuh hingga menjadi maskot kerajinan utama Kota Bengawan itu.

 “Kota Solo ini di pertengahan abad 19 sudah menjadi pusat industri batik nasional, jadi sejarah batik di Solo memang sangat panjang,” ujar Bambang.

 Dengan sejarah industri batik yang panjang itulah, sampai saat ini Kota Solo memiliki sejumlah kampung batik tersohor seperti Laweyan, Sondakan, dan Kauman. Popularitas batik Solo juga didukung sentra penjualannya, yang juga jadi objek wisata, seperti Pasar Klewer serta galeri milik perusahaan batik tulis terkemuka semisal Danarhadi dan Batik Keris.

 Baca juga: Juragan Aqiqah

 Namun uniknya, ujar Bambang, Solo tidak sekedar menjadi pusat produksi batik atau ladang bisnis jual beli batik. Konsep wisata berbasis batik pun digagas dan bertumbuh saat ini.

 “Kalau wisatawan pergi ke Solo, pagi hari dia bisa pergi ke kampung batik untuk membatik motif yang disukainya, lalu ditinggal keliling-keling kota, saat sore hari motif batik buatan wisatawan itu sudah jadi untuk oleh-oleh,” ujarnya.

 “Kalau mau motif batik yang dibuat itu dijahit dan jadi baju, besoknya bisa diambil dan langsung dipakai. Jadi kampung-kampung batik di Solo ini menyediakan proses dari hulu sampai hilir bisa dinikmati wisatawan,” Bambang menambahkan.

 Pria yang masih mengajar di Universitas Negeri Sebelas Maret Solo itu,  menuturkan keunikan pelaku industri batik di Solo. Menurutnya, mereka menempatkan batik tidak hanya hasil akhirnya saja, namun juga proses pembuatannya.

 “Makanya bagaimana batik itu diproses sampai jadi bisa disaksikan wisatawan dan dilakukan mereka sendiri,” ujar Bambang.

 Bambang menuturkan batik Solo memang memiliki kekhasan. Karena dulu industri itu didukung penuh proses pengembangannya oleh pusat pemerintahan yakni Keraton Surakarta. Sehingga mulai desain, inovasi, dan kreativitas bisa terawasi, sangat beragam dan menarik.

 Rentang harga batik di Solo pun disebut murah dan terjangkau. Mulai Rp 30.000 hingga ada yang sampai Rp 5 juta, “Kampung batik di Solo pasca pandemi ini juga sudah siap menerima wisatawan,” ujar Bambang yang merupakan cucu dari Raja Keraton Solo, Pakubuwono X itu.

Bambang menuturkan tak butuh biaya yang besar bagi wisatawan untuk melancong ke Solo. Tren wisatawan beberapa tahun terakhir juga sudah mulai bergeser.

Baca juga: Juragan Aqiqah

 Pelancong tak lagi menggunakan akomodasi berbiaya besar, tapi memilih paket-paket ekonomis. Tak lagi menginap harus di hotel namun bisa juga menginap di homestay-homestay dan rumah sewa yang harganya juga relatif lebih murah. Mereka bisa berinteraksi dengan warga sekitar, dan berdekatan dengan destinasi khusus di Solo.

 Bahkan kini bagi para backpacker yang ke Solo, bisa menyewa sepeda onthel untuk menyambangi rumah rumah legendaris para mantan juragan batik, mantan pangeran Solo dan Mangkunegaran, yang masih terawat secara baik.

 “Tidak harus sarapan di hotel, wisatawan saat mau bersepeda bisa sarapan di warung tengkleng, nasi liwet atau kuliner lain khas yang enak dan menarik,” ujarnya.

 Baca juga: Juragan Aqiqah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Meningkatkan Kebahagiaan Melalui Quality Time dengan Keluarga

Di tengah kesibukan sehari-hari, banyak orang tua yang terkadang merasa sulit untuk meluangkan waktu berkualitas dengan keluarga. Tuntutan p...